Derita Sang Shopaholic





Bagi wanita, 'HangOut' di mall dan shopping centers mungkin terasa asyik, dan belanja sampai capek alias 'Shop Till You Drop' mungkin bisa memuaskan nafsu untuk sementara. Tapi pasti ada suatu masa ketika merasa lelah menjadi budak nafsu belanja sendiri, apalagi kalau sudah diburu oleh Debt Collector.. hehehe..

Sebenarnya, apa sih yang mendorong wanita sangat suka belanja, membeli hal-hal yang sebenarnya belum tentu diperlukan sama sekali?

Ternyata hal itu disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

  • Menduga bahwa apabila memiliki barang tersebut, akan terlihat lebih keren dan gaya, sehingga lebih in dalam pergaulan. Biasanya barang-barang tersebut adalah jenis pakaian, aksesoris pakaian dan perhiasan, serta alat-alat kecantikan.
  • Kekhawatiran dipandang rendah dan tidak in group dalam suatu komunitas pergaulan jika tidak berpakaian atau memiliki barang-barang dengan tingkat kemahalan tertentu yang pada umumnya dimiliki oleh anggota komunitas nya.
  • Merasa malu jika tidak mengganti barang lama dengan yang baru, meskipun barang lama tersebut belum lama dibeli dan digunakan.
  • Cepat bosan dengan desain dan warna barang yang dimiliki, dan semata ingin menikmati variasi. Contohnya, orang yang senang mengganti telpon selularnya setiap kali ada model terbaru yang muncul.
  • Bersaing dalam memakai atau memiliki model terbaru, misalnya smartphone dan fashion.
  • Merasa mendapatkan kepuasan diri dengan mengoleksi barang-barang tersebut.
  • Menganggap bahwa dengan memiliki barang tersebut, prestise nya akan naik dan lebih dihargai dalam komunitas nya. Seperti memiliki barang-barang langka yang tinggi nilainya. Semakin langka dan mahal barang yang dimiliki, maka prestise nya di kalangan sesama penggemar barang langka dan mahal akan semakin naik.
Akibat sikap konsumtif dan menghamburkan uang tersebut, jelas akan menimbulkan beberapa kerugian, diantaranya:
  • Pengeluaran yang tidak terkontrol, yang dapat menyebabkan pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Bisa jadi, berapapun besarnya pendapatan akan selalu kekurangan uang dan 'jebol' di akhir bulan.
  • Menumbuhkan sifat mementingkan diri sendiri. Seseorang yang otaknya sesak dengan bayangan barang-barang yang ingin dimilikinya, akan sulit memberikan ruang di dalamnya untuk mencari tahu keadaan orang lain diluar komunitasnya yang mungkin hidupnya jauh dibawah standar kemiskinan, sehingga tidak memiliki ruang kepedulian kepada orang lain di hatinya.
  • Melebarkan kesenjangan sosial. Karena kesenangan belanja yang berlebihan akan memperkecil ruang kepedulian di hati seseorang, maka jelas jurang pembatas antara si kaya (dengan model seperti ini) dan si miskin, akan semakin lebar.
  • Membuka peluang menjadi Si Trendy yang pengutang. Bergaya laksana kalangan jet set tetapi dengan kondisi keuangan minus. Tentu saja, penampilan seperti ini hanya tipuan.
  • Hilangnya kemampuan mengontrol diri, sehingga menimbulkan potensi menghancurkan diri sendiri. Kesenangan belanja yang dituruti akan berkembang terus dan pada saatnya akan menimbulkan keterpurukkan kondisi keuangannya, bahkan emosi dan kepribadiannya.
  • Tidak siap ketika harus jatuh kedalam kesulitan keuangan. Akibatnya shock, bahkan bisa gila dan bunuh diri. Seseorang yang selalu berusaha memenuhi keinginannya dalam belanja tanpa mempertimbangkan besar kecilnya manfaat yang akan diperoleh jika memiliki barang tersebut, akan sulit beradaptasi ketika harus berhadapan dengan kebangkrutan. Padahal hidup itu terus berputar. Dan kesulitan beradaptasi ini akan memperparah kehancuran keuangannya, menguras emosinya, dan bisa melemparkannya ke jurang putus asa.
Lalu, bagaimana caranya untuk menghindari terjebak dengan situasi seperti yang sudah diuraikan diatas? 

Ada beberapa tips untuk menghindarinya, yaitu :
  • Bedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah barang yang dibutuhkan. Titik beratnya ada pada fungsinya. Sedangkan keinginan adalah barang yang diinginkan. Titik beratnya ada pada rasa puas memilikinya.
  • Pilihlah barang-barang yang dibutuhkan itu yang mempunyai manfaat yang jelas-jelas dibutuhkan. Ingatlah, senang membeli barang-barang mewah hanya untuk kepuasan semata, menunjukkan bahwa orang tersebut bisa 'dikuras' hartanya. Hal yang menunjukkannya jauh dari kecerdasan.
  • Susun skala prioritas dari yang paling dibutuhkan sampai yang kurang dibutuhkan. Pilihlah dahulu barang-barang yang tingkat kebutuhannya paling tinggi dan tahanlah dahulu untuk membeli barang-barang yang berada di urutan akhir.
  • Susun pula skala prioritas waktu. Pilihlah barang-barang yang paling mendesak dibutuhkan saat itu. Jangan sampai tergoda dengan adanya diskon harga jika barang yang dijual bukan barang yang mendesak atau penting untuk dibeli. Apalagi sampai rela berhutang untuk membelinya.
  • Periksa baik-baik kualitas barang. Semboyan 'harga menunjukkan kualitas' memang ada benarnya, tetapi tidak selamanya. Ada kalanya, harga dinaikkan untuk menaikkan status barang tersebut dimata konsumen.
  • Pilihlah barang berkualitas yang paling murah harganya. Setelah mengetahui kualitas barang yang diinginkan, carilah beberapa alternatif barang dengan kualitas yang relatif sama, lalu belilah barang yang harganya paling murah diantara pilihan yang ada.
  • Hati-hati dengan kartu kredit. Banyak pengguna kartu kredit yang terjebak menjadi shopaholic, dan tanpa dirasakannya tagihan semakin menumpuk. Dengan pembayaran minimun tiap bulannya tidak akan mengurangi tagihan, malah semakin membengkak karena bunga dan denda yang tinggi. Akibatnya, keuangan jebol, bahkan harta benda yang sudah ada bisa habis terkuras untuk melunasi tagihan kartu kredit. 
Nah itulah beberapa gambaran bahaya yang ditimbulkan akibat menjadi shopaholic beserta tips untuk menghindarinya, yang saya dapatkan dari majalah Alia, juga beberapa contoh nyata yang sudah terjebak dengan keadaan tersebut. Semoga tulisan ini bisa mengingatkan kita, termasuk saya sendiri untuk lebih bijak dalam berbelanja dan menggunakan uang, termasuk Bijak Menggunakan Kartu Kredit.



0 comments:

Post a Comment

SUBSCRIBE

Instagram